Teori Heliosentris digunakan sebagai penunjuk arah revolusi planet.
Sudah
sejak beberapa lama bangsa Mesir, Babilonia, dan Yunani secara teltiti
mengamati gerak benda-benda langit. Bangsa Yunani mengamati bahwa di
langit terdapat benda-benda yang bergerak relatif terhadap
bintang-bintang. Mereka menamakan benda-benda ini dengan istilah planeten, yang artinya “pengelana”. Istilah ini sekarang dikenal sebagai planet, yaitu Merkurius, Venus, Mars, dan sebagainya.
Dari
bangsa Yunani pula berkembang konsep-konsep kosmologi yang bersifat
rasional dan tidak dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mitologis. Tokoh
pertama yang mengembangkan konsep kosmologi adalah Pythagoras. Ia
merupakan orang pertama kali mengembangkan gagasan bahwa alam smesta
mengikuti hukum-hukum alam yang bersifat kuantitatif. Pythagoras menyatakan
bahwa benda-benda langit, yaitu matahari, bumi, bulan, dan
planet-planet terletak pada bola-bola konsentris (sepusat) yang berputar
mengelilingi sumber api sebagi pusat alam semesta (api pusat). Menurut
Pythagoras, keteraturan alam semesta mirip dengan keteraturan tangga
nada pada dawai lira. Bahkan, ia mengemukakan bahwa semua benda langit
dalam pergerakannya mendengungkan nada-nada yang hanya dapat didengarkan
oleh orang-orang tertentu saja. Jadi, keteraturan merupakan prinsip
utama yang mendasari konsep alam semesta Pythagoras.
Pythagoras
Setelah Pythagoras, tokoh-tokoh lain yang berperan dalam perkembangan kosmologi Yunani Kuno adalah Plato, Eudoxus, dan Aristoteles.
Menurut Plato, lingkaran dan bola merupakan bentuk geometri yang paling
sempurna. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa semua benda langit
bergerak mengelilingi bumi dalam lintasan yang berbentuk lingkaran.
Eudoxus,
seorang murid Plato, mulai mengembangkan teorinya berdasarkan
pengamatan benda-benda langit. Mungkin ia merupakan orang yang pertama
kali membuat teori tentang alam semesta berdasarkan data pengamatan.
Menurut Eudoxus, setiap planet terletak pada bola-bola konsentris dan
pergerakan planet disebabkan oleh rotasi bola-bola ini. Karena laju
rotasi dan kedudukan sumbu rotasi bola-bola ini berbeda-beda, maka
efeknya adalah pergerakan planet sebagaimana yang diamati Eudoxus.
Misalnya, gerak retrogade atau gerak maju mundur planet Mars.
Aristoteles
Setelah
Eudoxus, tokoh besar kosmologi Yunani Kuno adalah Aristoteles. Ia
berpendapat bahwa bumi merupakan pusat alam semesta dan menjadi titik
pusat peredaran benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan
planet-planet. Lebih jauh ia mengatakan bahwa alam semesta terdiri dari
55 buah bola sepusat, dan setiap bola menjadi tempat kedudukan satu
benda langit. Bola paling luar merupakan tempat kedudukan
bintang-bintang yang tetap diam. Di luar sistem bola ini terdapat
penggerak utama sistem alam semesta, yang dalam bahasa Latin dinamakan primum mobile.
Teori Geosentris
Sekitar
tahun 140 SM, muncul teori lain tentang alam semesta. Teori ini juga
menempatkan bumi sebagai pusat alam semesta dan diusulkan oleh Claudius Ptolomeus. Teori ini pertama-tama dibuat untuk menjelaskan adanya gerak retrogade (gerak maju mundur) planet. Ptolomeus menjelaskan konsep alam semesta dalam bukunya yang berjudul Almagest. Dalam
teorinya, Ptolomeus menjelaskan bahwa semua benda langit bergerak
mengelilingi sebuah titik. Lintasan benda langit ini disebut epicycle. Epicycle ini bergerak dalam lintasan yang lebih besar yang disebut deferent. Bumi bulan pusat deferent, tetapi letaknya tidak terlalu jauh dari pusat deferent, yaitu pada titik yang disebut equant.
Ptolomeus
Selain
teori yang diusulkan oleh Aristoteles dan Ptolomeus, ada teori lain
tentang alam semesta yang diusulkan oleh Aristarchus. Menurut
Aristarchus, pusat alam semesta bukan bumi, melainkan matahari. Bumi
hanyalah salah satu dari beberapa planet yang bergerak mengelilingi
matahari dalam lintasan yang berbentuk lingkaran.
Pada abad ke-15 terjadi revolusi besar dalam teori tata surya seperti yang diusulkan oleh Nicolaus Copernicus
(1473-1543). Seperti Aristarchus, Copernicus mengusulkan bahwa semua
benda langit, termasuk bumi, bergerak mengelilingi matahari dalam
lintasan yang berbentuk lingkaran. Inilah yang dikenal sebagai teori heliosentris yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul De Revolutionibus Orbium Coelestium.
Teori Heliosentris
Teori
heliosentris dari Copernicus ini sangat menghebohkan dunia ilmiah Eropa
pada saat itu. Bhakan, pada tahun 1616 ada lembaga yang memasukkan
bukunya Copernicus ke dalam Index, yaitu daftar
buku-buku terlarang. Meskipun demikian, semakin banyak ilmuwan yang
mempelajari buku Copernicus ini serta menggunakan nya sebagai landasan
ilmiah untuk memikirkan alam semesta. Beberapa ilmuwan tiu antara lain, Tycho Brahe, Johannes Kepler, Galileo Galilei, dan Gionardo Bruno.
Mereka berpendapat bahwa teori heliosentris ternyata lebih rasiaonal
dibandingkan dengan teori geosentris yang telah ada sebelumnya.
Nicolaus Copernicus
Meskipun
banyak ahli yang setuju dengan pandangan Copernicus, teori Copernicus
ini masih terdapat beberapa kesalahan. Misalnya, berbeda dengan yang
diusulkan Copernicus, orbit planet ternyata berbentuk elips, laju elips
tidak selalu tetap, dan matahari bukan pusat alam semesta. Apapun
kekurangannya, teori heliosentris dari Copernicus ini tetap dianggap
tonggak perkembangan astronomi modern.